Catatan Terbaru :

Islam Dan Kepatuhan

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Islam Dibangun oleh dasar dan landasan Kepatuhan serta Ketaatan hanya kepada Allah Subhanahu wata'ala semata. Kepatuhan Kepada Suara Kebenaran Hati Nurani yang didasarkan kepada Hukum Allah dan Rosul Nya Selain daripada itu adalah kepatuhan dan ketaatan kepada Thaqut.
 
Paradigma kepatuhan seluruh kehidupan umat Islam berfokus pada kepatuhan ketaqwaan kepada Allah. Sebuah sistem dan atau tata cara kehidupan yang telah diatur oleh sang pencipta dan diwahyukan kepada para rosul Nya. Seorang muslim adalah hamba Allah yang hidup untuk beribadah kepada Allah dengan artian bahwa seluruh aktivitas hidupnya ditujukan untuk mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. baik dari sikap individu, pergaulan, pekerjaan, pengetahuan, seni hingga pemerintahan.

Sistem kehidupan dan bentuk pemerintahan umat Islam adalah khilafah, dimana pemimpin khilafah dan pemerintah tidak membuat peraturan untuk kehidupan manusia dengan nafsu mereka sendiri, tapi mereka mengikuti peraturan yang sudah dibuat Allah dalam kitab suci Al’quran petunjuk Nabi Muhammad dalam hadist dan ijtihad ulama.

Ini berbeda dari paradigma dan sistem pemerintahan yang populer saat ini, yaitu liberalisme dan fasisme. Liberalisme memperbolehkan warga negara beraktivitas secara bebas sedangkan fosisme mengikat warga negara dalam kebijakan yang dibuat oleh negara. Meskipun kedua ideologi ini sering bertikai, tapi keduanya memiliki kesamaan. Pandangan, yaitu pemerintah membuat peraturan bagi warga negara. Pemerintah membuat undang-undang berdasarkan paradigma mereka adalah makhluk yang bebas. Paradigma mereka adalah kebebasan. 

Sebuah kebebasan semu yang bahkan lebih keji dari aturan hidup binatang, kasih sayang kebebasan yang mereka agung-agungkan pada dasarnya adalah nafsu kebinatangan.Bahkan seorang atheis sekalipun bisa merasakan kebenaran dari hati nurani mereka sendiri, sekalipun dia tidak mengenal atau tidak mau mengenal Siapa Sang Pencipta. jika mereka benar - benar memiliki jiwa manusia pasti akan sedih melihat kondisi sekarang ini. 

Wallahu A'lam
 
Sumber : http://imranshare.blogspot.com/

Berhenti Menuntut Ilmu

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Ketika membaca tulisan didalam gambar disamping sebagian bilang Ilmu Kok dituntut....? ada yang tertawa , ada yang bilang salah tafsir , dan berbagai macam pendapat lainnya. 

Biar bagaimanapun juga kesemuanya adalah benar dan insya Allah dibenarkan meskipun kurang benar karena ada yang lebih benar dan paling benar, yang kesemuanya kembali kepada letak sesuatu itu sendiri. 

Pemahaman akan Subjek , Predikat dan Objek serta keterangan setiap orang berbeda dan hasil dari pemikiriannya pun akan berbeda sehingga dari setiap kalimat yang muncul akan mendapatkan pengertian , pemahaman , serta pada akhirnya akan mengeluarkan satu kesimpulan yang berbeda yang pada dasarnya semua benar namun tidak lebih benar dan paling benar.

Maksud dan Tujuan 

Ketika kita membaca satu kalimat diatas dan kemudian mengartikan , memikirkan dan memahami dengan kemudian mengambil kesimpulan maka akan terdapat banyak tafsir yang hasilnya akan sedikit berbeda tergantung kepada siapa perawinya, seberapa panjang dan banyak nasabnya. 

Klasifikasi dari pernyataan dan atau kalimat diatas berdasarkan sudut pandang orang yang serius , bercanda , masa bodoh, dan sebagainya sedikit banyak ikut andil dalam rangka menarik sebuah kesimpulan yang akhirnya sedikit banyak akan memudarkan makna sesungguhnya dari sebuah pernyataan. 

Jika dilihat dan dicermati dengan teliti serta kemudian disimpulkan maka kesemua pendapat dan atau pernyataan akan kalimat diatas adalah benar adanya, baik itu pernyataan yang serius , bercanda maupun masa bodoh karena masing - masing orang memiliki , melihat dan menilai dari sudut pandang subjek , predikat dan objek yang berbeda sehingga dihasilkanlah keterangan yang berbeda pula. 

Wallahu A'lam

Tentara Bergajah Yang Ingin Menghancurkan Ka'bah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Selain itu Abrahah juga bercita-cita supaya orang berhaji ke gerejanya bukan ke Ka’bah. Abrahah menulis cita-citanya itu ke raja Najasyi. Abrahah menyeru ke orang-orang termasuk orang Arab untuk berhaji ke gereja mewahnya. Tetapi mereka tetap berhaji ke Baitullah di Makkah. Ada seorang Arab yang sedang ke Yaman, mengotori gereja tersebut dengan buang air besar didalamnya ketika malam hari. Abrahah murka, penyebabnya karena gerejanya dikotori dan yang kedua karena orang Arab tetap berhaji ke Makkah bukan ke gereja al qulais di Yaman.

Abrahah merencanakan akan menghancurkan Ka’bah dengan membentuk pasukan bergajah. Pasukan Abrahah sangat banyak, dipasukannya ada 12 ekor gajah.  Gajah terbesar bernama mahmud. Ke 12 gajah ini diberi rantai supaya nantinya 12 ekor gajah ini mengitari Ka’bah dan mencungkil Ka’bah dengan sekali cungkilan. Rencana ini didengar oleh orang Arab, beberapa kali Abrahah dihalangi tetapi Abrahah menang bahkan menawan mereka.

Abrahah mengutus anak buahnya untuk melihat kota Makkah dan merampas harta , harta yang dirampas termasuk 200 onta milik Abdul Muthalib kakek Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam (صلى الله عليه و سلم). Abdul Muthalib berusaha menemui Abrahah, ketika awal bertemu, Abrahah kagum dengan Abdul Muthalib, sehingga dia turun dari kursinya kemudian duduk di bawah bersama Abdul Muthalib. Abdul Muthalib mengungkapkan supaya 200 onta miliknya dikembalikan ke dia. Mendengar permintaan itu Abrahah berkata aku tadi kagum kepadamu, ternyata engkau kesini cuma karena 200 ekor onta, sungguh rendah engkau. Tempat ibadah kamu akan dihancurkan tetapi kamu minta hanya onta. Abdul Muthalib berkata, onta itu milik saya, sedangkan Ka’bah milik Allah, Allah akan menjaganya.

Ketika sudah dikembalikan 200 ekor ontanya, Abdul Muthalib memerintahkan penduduk Makkah untuk pergi ke gunung-gunung disekitar Makkah. Abdul Muthalib berdoa kepada Allah Subhanallahu Wa Ta’ala di Ka’bah supaya Allah Subhanallahu Wa Ta’ala menjaga Ka’bah. Setelah itu Abdul Muthalib pergi ke gunung-gunung disekitar Makkah.

Ketika sudah mendekati Makkah, ada seorang yang mendekati gajah terbesar yang bernama mahmud. Orang itu berkata kepada gajah terbesar itu sesungguhnya engkau ada ditanah suci  Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, engkau diam disini atau engkau kembali ke arah engkau datang. Setelah mengucapkan itu, orang ini berlari ke gunung disekitar Makkah.  Mahmud berhenti dan tidak mau jalan lagi, tetapi ketika dipalingkan ke arah selain arah Ka’bah, gajah tersebut mau berjalan lagi. Gajah tersebut tetap dipaksa untuk jalan ke arah Ka’bah.

Di awan nampak awan gelap, tetapi ternyata itu adalah sekumpulan burung-burung yang berbondong-bondong dengan membawa tiga buah batu. Batu-batu dilemparkan ke pasukan Abrahah, yang terkena batu ini sebagian langsung mati, ada yang berlari kemudian tubuh mereka tanggal dari yang lain akhirnya mati. Tetapi ada juga yang selamat tetapi cacat, sebagian yang selamat ini masih hidup seperti yang dilihat oleh Aisyah Radhiyallahu Anha. Abrahah sendiri berlari sampai pada suatu wilayah, badan Abrahah tanggal dari yang lain akhirnya dadanya juga terbelah dan jantungnya keluar. Kisah ini diabadikan dalam Al Quran surat Al Fiil. Ditahun inilah dilahirkannya  Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam (صلى الله عليه و سلم).

Bertakwa Kepada Allah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Keadilan adalah kata kunci dan pondasi utama yang harus dipegang oleh setiap manusia yang beriman dan keadilan pulalah yang kemudian ikut andil dalam menentukan selamat tidaknya manusia di muka bumi, karena yang dengan keadilan itulah Allah Subhanahu wata'ala menyelamatkan umat manusia dan tanpa adanya keadilan manusia pasti hancur dan menegakkan keadilan adalah tugas utama dan pokok setiap umat manusia baik terhadap diri sendiri, keluarga dan masyarakatnya.

Allah Subhanahu Wata'ala telah banyak mengingatkan manusia agar supaya tidak keluar dari setiap prinsip keadilan dan keluar dari prinsip keadilan adalah merupakan suatu kezhaliman. Sebaliknya istiqamah menegakkan keadilan adalah taqwa. sebagaimana Firman Nya, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. dan bertaqwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Maidah:8)

Menegakkan keadilan adalah kewajiban yang harus dijunjung tinggi oleh setiap umat manusia. Keadilan adalah merupakan risalah universal yang harus diperjuangkan oleh setiap manusia. Keadilan adalah satu-satunya jalan selamat menuju kebahagiaan hidup dan kedamaian. Seorang yang paham akan makna keadilan pasti beriman kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan kekafiran identik dengan kezhaliman. Allah berfirman, ”Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (Al-Kahfi:57)

Keadilan akan tegak dengan kerja nyata dan harus ada sinergi yang kompak antar hamba Allah yang bertekad menegakkan ajaran-Nya. Sinergi kolosal ini pasti membutuhkan pengorbanan. Sejarah mencatat bahwa tidak sedikit jiwa-jiwa suci para sahabat yang berguguran di medan pertempuran, melawan tirani dan kezhaliman.

Allah berfirman dalam Surat At-Taubah : 111 ”Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” 

Akan terasa mendalam, bila kita renungkan bahwa setiap perjuangan menegakkan keadilan pasti butuh pengorbanan. Bahwa untuk mencapai syurga tidak mungkin dengan hanya mengkhayal, melainkan harus bergerak dengan penuh pengorbanan, baik harta maupun jiwa.

Ingatlah, bahwa sesungguhnya syetan tidak akan pernah beristirahat dalam upaya untuk menumbangkan prinsip keadilan dan kebenaran dan akan menggantu setiap umat manusia untuk menjadi pembangkang.

Wallahu a’lam bish shawab.

Aku Bersaksi Tiada Tuhan selain Allah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Aku bersaksi tiada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah


Adalah suatu kalimat penyaksian yang teramat sangat sempurna, tetapi apakah penyaksian itu sudah benar adanya ? Apakah kita sudah benar benar bersaksi langsung kepada Allah dan atau menyaksikan secara langsung akan keberadaan (tanda - tanda kekuasaan) Allah ? Jikalaulah belum kita menyaksikan secara langsung akan keberadaan Allah apakah hal tersebut bukan berarti kita telah sudah bersaksi palsu ?

Apakah Allah itu wujud dan benar adanya ? Dimanakah kebenaran Allah yang sebenarnya ? Apakah di dalam diri kita ataukah di luar diri kita ? Bagaimanakah hubungan kita dengan Allah dan kenapa Allah turunkan Al-Qur'an kepada manusia ?

Berbagai pertanyaan ini tidak jarang membuat seseorang yang dalam pencarian bingung dan hilang pegangan karena kebenaran yang ada di antara kesemuanya baik Allah, manusia dan Al-Qur'an telah menjadi pudar.

Di mana kebenaran Allah berada dan dimana kebenaran manusia berada serta dimana kebenaran Al-Qur'an berada kesemuanya sudah mulai pudar dan akhirnya kalau semuanya sudah mulai pudar bagaimanakah kejadian alam semesta ini ? Karena masing-masing manusia berpegang pada kebenarannya sendiri-sendiri dengan mengaku kebenaran Allah berada di dalamnya. Padahal diri sendiri tidak tahu dimana dan bagaimana sebenarnya kebenaran Allah itu. Karena kalau seumpamanya sampai mereka mengetahui kebenaran Allah yang sebenarnya maka dunia ini tidak akan terjadi kekacauan dan tidak akan terjadi peperangan.

Apabila aqidah itu sudah ditanamkan pada suatu tempat yang paling tinggi di muka bumi ini maka akan tercapailah kedamaian dan apa yang kita cari selama ini.

Wahai....seluruh umat Islam di muka bumi ini, yang telah mengaku bersyahadah dengan kalimat Tauhid "Asyhadu an La ilaha ila Allah wa asyhadu ana Muhammad Rasulullah''

Kita buka diri kita agar mengerti siapa diri kita, kita buka Al-Qur'an agar mengerti apa dan siapa Al-Qur'an dan kita baca bersama agar kita menemukan kebenaran Allah yang hakiki bahwa yang benar adalah Allah bukanlah kita sebagai manusia.

Janganlah mengaku diri sendiri sudah mempunyai ilmu padahal sebenarnya adalah kosong karena tidak ada satu mahluk di dunia ini yang mempunyai ilmu selain dari pada Allah karena ilmu itu milik Allah dan manusia hanya sekedar diberi pengetahuan (bukan ilmu) agar mengerti dan mencari kebenaran manusia itu sendiri dan kebenaran Al-Qur'an dan kebenaran Allah dan yang terakhir adalah kebenaran dari pada Dzat-Nya.

"Barang Siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya" dan barang siapa yang sudah mengenal Tuhannya berarti dia sudah bersyahadah (menyaksikan) LA ILAHA ILA ALLAH, dan barang siapa yang sudah bersyahadah berarti dia sudah Islam dan Allah akan mengatakan (bahwa) "Hari ini telah Ku sempurnakan nikmatmu dan Aku (Allah) ridho Islam-lah agamamu".

Tidak ada yang bisa berjalan di muka bumi ini tanpa dia mengerti dirinya dan tidak ada usaha yang maju atau sukses tanpa dia mengerti usahanya karena semuanya itu adalah atas dasar satu kehendak yaitu kehendak Allah dan bukanlah kehendak manusia.

Begitu pula suatu bangsa atau negara, apabila suatu bangsa atau negara itu mengerti akan hakekat berbangsa dan bernegara dan mengerti hakekat dari pada dirinya maka tidak akan mungkin terjadi perpecahan dan tidak akan muncul berbagai tragedi.

Di dunia dan alam semesta ini hanya ada satu kekuatan yaitu kekuatan Allah (Wa Lam Yakun Lahu Kufuwan Ahad) dan segala apapun yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Allah. Jika Allah berkehendak satu negara itu hancur, akan hancurlah negara itu dan begitu pula apabila Allah berkehendak dunia ini hancur akan hancurlah dunia.

Tetapi jika Allah berkehendak suatu bangsa itu maju maka akan majulah bangsa itu, dan semua ini adalah kehendak Allah dan Allah akan melihat dan memilih bangsa atau negara mana yang harus dihancurkan dan bangsa atau negara mana yang harus dibangkitkan dan siapa-siapa yang dekat dan mengenal akan Allah maka itulah yang akan diselamatkan oleh Allah.

Wallahu A'lam

Mengeraskan Suara Saat Dzikir Atau Shalat

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Hukum Mengeraskan Suara Dalam Berdo'a, Berdzikir atau Melaksanakan Shalat, 

Mengenai hukum tentang mengeraskan suara ketika berdzikir ataupun ketika melaksanakan shalat dalam hal ini sebagian ulama berbeda pendapat namun tidak menjadikan hal tersebut sebagai suatu pertentangan, dimana diantara mereka ada ulama yang membolehkan dan bahkan ada yang menyunatkan. 

Menurut beberapa orang yang sudah menunaikan ibadah haji dan jika kita mau melihatnya ditayangan televisi maka Anda akan terlihat fenomena dzikir yang berbeda setelah shalat lima waktu yang jarang kita lihat di tanah air. Para jamaah sama sekali tidak melakukan dzikir berjama’ah dengan dikomandoi imam sebagaimana kita lihat di sekitar kita, di tanah air. Mereka berdzikir sendiri-sendiri, namun dengan mengeraskan suara. Inilah di antara pendapat fikih Hambali yang dianut di kerajaan Saudi Arabia.
 

Dalil yang Jadi Rujukan

Dari Ibnu Jarir, ia berkata, ‘Amr telah berkata padaku bahwa Abu Ma’bad –bekas budak Ibnu ‘Abbas- mengabarkan kepadanya bahwa Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ

“Mengeraskan suara pada dzikir setelah shalat wajib telah ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Aku mengetahui bahwa shalat telah selesai dengan mendengar hal itu, yaitu jika aku mendengarnya.” (HR. Bukhari no. 805 dan Muslim no. 583)

Dalam riwayat lainnya disebutkan,

كُنَّا نَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالتَّكْبِيرِ

“Kami dahulu mengetahui berakhirnya shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui suara takbir.” (HR. Bukhari no. 806 dan Muslim no. 583)

Berdasarkan hadits di atas, sebagian ulama berpendapat, “Dianjurkan mengeraskan suara pada dzikir setelah shalat.” Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Hazm. Beliau berkata,

ورفع الصوت بالتكبير إثر كل صلاة حسن

“Mengeraskan suara dengan bertakbir pada dzikir sesudah shalat adalah suatu amalan yang baik.” (Al Muhalla, 4: 260)

Pendapat Jumhur ulama menyelisihi pendapat di atas. Di antara alasannya disinggung oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.

Setelah menyebutkan perkataan Ath Thobari, Ibnu Hajar Al Asqolani menyebutkan perkataan Ibnu Battol yang mengatakan, “Hal ini tidak pernah dilakukan oleh ulama salaf selain apa yang diceritakan dari Ibnu Habib dalam Al Wadhihah, yaitu mereka senang bertakbir saat peperangan setelah shalat Shubuh, ‘Isya’ dengan tiga kali takbir. Beliau berkata bahwa ini adalah perbuatan yang dilakukan di masa silam. Ibnu Battol dalam Al ‘Utaibah menyebutkan bahwa Imam Malik berkata, “Amalan tersebut muhdats (amalan bid’ah, direka-reka).” (Fathul Bari, 2: 325-326)

Pendapat jumhur Ulama yang lain Dalam hadits Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - ، فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ »

“Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika sampai ke suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Wahai sekalian manusia. Lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah menyeru sesuatu yang tuli dan ghoib. Sesungguhnya Allah bersama kalian. Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat. Maha berkah nama dan Maha Tinggi kemuliaan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2830 dan Muslim no. 2704). Hal ini menunjukkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah suka dengan suara keras saat dzikir dan do’a.

Ath Thobari rahimahullah berkata,

فِيهِ كَرَاهِيَة رَفْع الصَّوْت بِالدُّعَاءِ وَالذِّكْر ، وَبِهِ قَالَ عَامَّة السَّلَف مِنْ الصَّحَابَة وَالتَّابِعِينَ اِنْتَهَى

“Hadits ini menunjukkan dimakruhkannya mengeraskan suara pada do’a dan dzikir. Demikianlah yang dikatakan para salaf yaitu para sahabat dan tabi’in.” (Fathul Bari, 6: 135)[1]

Adapun anjuran mengeraskan suara pada dzikir sesudah shalat, tidaklah tepat. Karena yang dilakukan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidaklah membiasakan hal itu.  Beliau boleh jadi pernah melakukannya, namun hanya dalam rangka ta’lim atau pengajaran, bukan kebiasaan yang terus menerus. Demikianlah pendapat Imam Syafi’i dan pendapat mayoritas ulama lainnya. Imam Syafi’i dalam Al Umm (1: 151) berkata,

وأحسبه إنما جهر قليلا ليتعلم الناس منه وذلك لأن عامة الروايات التي كتبناها مع هذا وغيرها ليس يذكر فيها بعد التسليم

“Aku menganggap bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaherkan suaranya sedikit untuk mengajari para sahabat. Karena kebanyakan riwayat yang aku tulis dan riwayat lainnya menyebutkan bahwa beliau tidak berdzikir dengan tahlil dan takbir setelah salam. Dan terkadang beliau juga berdzikir dengan tata cara yang pernah disebutkan.”

Imam Syafi’i berpendapat bahwa asal dzikir adalah dengan suara lirih (tidak dengan jaher), berdalil dengan ayat,

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا

“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula terlalu merendahkannya” (QS. Al Isro’: 110). Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang ayat tersebut, “Janganlah menjaherkan, yaitu mengeraskan suara. Jangan pula terlalu merendehkan sehingga engkau tidak bisa mendengarnya sendiri.” (Al Umm, 1: 150)

Didalam kehidupan yang Rancu dan Merancukan seperti saat in memang terjadi banyak perbedaan pendapat mengenai segala sesuatu namun demikianlah hendaklah hal tersebut tidak menjadikan sebuah wacana untuk perdebatan dan adu kebenaran serta pertikaian. hendaklah kita kembalikan segalanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala karena setiap segala sesuatu yang diajarkan kepada kita pasti akan ada hikmahnya, kembalikanlah semua kepada Niat untuk mencari Ridha Nya.

Wallahu A'lam

Sujud Tilawah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sujud Tilawah adalah sujud yang musti dilakukan apabila kita membaca dan atau mendengar seseorang sedang membaca Ayat - Ayat Sajdah yang menurut para sebagian ulama' dilaksanakan baik didalam maupun diluar shalat. diantara ayat - ayat Sajdah yang ada didalam Al Quran adalah Surah Al A'raaf ayat : 206 yang dalam bahasa indonesianya kurang lebih :

"Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud." 
Jika kita mendengar ayat diatas dibaca maka disunatkan untuk bersujud setelah membacanya atau mendengarnya, baik di dalam sembahyang maupun di luar sembahyang dengan membaca do'a sebagai berikut : "Aku sujudkan wajahku ini kepada yang menciptanya dan membentuk rupanya dan yang membuka pendengarannya dan penlihatannya. Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta".

Bagaimana cara melakukan sujud tilawah ? Berapa kali Salam ? Apa yang dibaca semasa sujud ?

Menurut beberapa pendapat sujud tilawah sama seperti sujud dalam solat, yang afdalnya adalah kita berdiri dan turun sujud di atas tujuh anggota sujud lalu membaca : Subahaana rabbiyal a’la (Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi) tiga kali, kemudian membaca :

 اَللّهُمّ إِنِّي لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ, سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ اللهم اكْتُبْ لِي بِهَا أَجْرًا، وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَتَقَبَّلْهَا مِنِّي كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ عَلَيْهَ وَعَلَى نَبِيِّنَا أَفْضَلُ الصَّلاَة ِوَالسَّلاَمِ 

 (Ya Allah, sesungguhnya aku sujud kepadaMu, kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku berserah diri dan kepada Mu aku bertawakkal. Wajahku sujud kepada (Allah) Yang menciptakannya, membentuk rupanya, membelah pendengaran dan penglihatannya dengan daya dan kekuatanNya, Maha Besar Allah sebaik-baik yang menciptakan).(Riwayat Muslim 771)

(Ya Allah, tulislah untukku pahala dengannya, hapuslah dosaku dengannya, jadikanlah ia sebagai simpanan untukku di sisi Mu, terimalah ia dariku sebagaimana Engkau menerimanya dari hamba Mu Daud ‘alaihi wa ‘ala nabiyina afdhalush shalatu wassalam). (Riwayat At-Tirmidzi 3424-Hadis Gharib)

Para ulama' berpendapat bahwa sujud tilawah sama seperti ibadah solat yang perlu memenuhi syarat-syarat utama seperti suci tubuh badan, berwudu, tempat sujud bersih dari najis, mengadap kiblat dan menutup aurat. Mereka mengharuskan bertakbir untuk sujud dan mengucap salam setelah bangun dari sujud sama seperti solat.

Terdapat banyak pendapat mengenai apa dimana dan bagaimana sujud tilawah yang paling utama adalah hendaklah membaca dan atau menyebut Nama Allah Subhanahu Wata'ala dan Mensucikan Nya.

Wallahu A'lam

Sujud Sahwi

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan oleh seseorang yang sedang melaksanakan sholat, yang terjadi / dilaksanakan untuk menampung kekurangan atau kecacatan yang terjadi dalam pelaksanaan solat dan hukumnya menurut kesepakatan sebagian ulama adalah sunat muakad.

Sahwi berarti lupa atau lalai terhadap sesuatu. Maka ‘Sujud Sahwi’ dilakukan oleh seseorang yang bersolat, apabila terlupa melakukan sunnah Ab’adh atau hal yang salah lainnya tanpa sengaja.

Namun demikian tidak semestinya mereka yang sujud sahwi kerana lupa sahaja, kerana mereka yang meninggalkan sesuatu sunat ab’ad  seperti meninggalkan ‘Doa Qunut’ dengan sengaja kerana tidak hafal adalah disunatkan melakukan ‘Sujud Sahwi’ juga. Maka bolehlah dikatakan dan dipernamakan sujud sahwi di atas qaedah باب الاكتفا  atau الاغلبية (kebiasaan pengunaannya).

‘Sujud Sahwi’ adalah sunat muakad yang dilakukan untuk menampung kekurangan atau kecacatan yang terjadi dalam pelaksanaan solat, baik kekurangan rakaat, kelebihan rakaat, atau kerana ragu-ragu yang disebabkan terlupa.

Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, dia berkata bahawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِـيْ صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى؟ ثَلاَثًا أَوْ أَرْبَعًـا؟ فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَـا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ. فَإِنْ كَـانَ صَلَّى خَمْسًا شَفِعْنَ لَهُ صَلاَتُهُ، وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا ِلأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيْمًا لِلشَّيْطَانِ.

“Jika salah seorang di antara kamu ragu dalam solatnya sehingga dia tidak tahu berapa rakaat yang telah dia lakukan, tiga rakaat atau empat rakaat. Maka hendaklah ia tepis keraguan itu dan ikutilah yang dia yakini. Setelah itu, hendaklah dia sujud dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia mengerjakan lima rakaat, maka dia telah melengkapkan solatnya. Namun, jika dia mengerjakan empat rakaat, maka dua sujud tadi adalah penghinaan bagi syaitan.” (Hadis Riwayat: Muslim, Abi Dawud, An-Nasa’I r.a.)

Menerangkan tentang lupa di dalam sholat, Rasulullah SAW bersabda :

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ، فَإِذَا نَسِيْتُ فَذَكِّرُوْنِيْ.

“Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa seperti kamu. Aku lupa sebagaimana kamu juga lupa. Jika aku lupa, maka ingatkanlah aku.” [Sahih: Shahiihul Jaami'ush Shaghiir (no. 2339), Irwaa'ul Ghaliil (no. 339).]

Hikmah dilupakan Baginda SAW oleh Allah Ta’ala adalah untuk menjadi pengajaran dan panduan bagi umat Rasulullah SAW.

1.  Diharuskan Sujud Sahwi ‘Sujud Sahwi’ dibolehkan apabila berlaku perkara seperti:

1.  Lupa mengerjakan duduk Tahiyyat Awal.
2.  Lupa membaca Tasyahud Awal.
3.  Tertinggal selawat untuk Nabi Muhammad SAW pada Tasyahud Awal.
4.  Terlupa membaca Surah Fatihah pada rakaat pertama atau kedua.
5.  Menambah rukuk atau sujud kerana kelupaan,
6.  Ragu atau menambah bilangan rakaat solat dan sebagainya.
7.  Tertinggal Doa Qunut (Qunut Solat Subuh atau Solat Witir Nisfu Ramadhan).

2.  Cara Melakukan Sujud Sahwi

‘Sujud Sahwi’ adalah melakukan dua kali sujud pada penghujung rakaat yang terakhir dan hendaklah berniat untuk melakukannya sebelum sujud;

1. Sesudah Tahiyyat Akhir dan sebelum salam. Bersujudlah sambil mengucapkan takbir “Allaahu Akbar” dan dalam sujud membaca : "Subhana Man La Yanamu Wa La Yashu"
2.  Duduk antara dua sujud semula dengan bacaan seperti solat biasa.
3.  Sujud lagi sekali dengan mengucap takbir, lalu membaca tasbih sujud " Subhana Man La Yanamu Wa La Yashu"
4.  Kemudian duduk semula dengan duduk ‘Iftirasy’ (Tahiyat Akhir).
5.  Akhirnya beri salam ke kanan dan kiri.

Antara Kebaikan dan Kebatilan

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Kehidupan di dunia ini terdiri dari dua pilihan, yaitu kebaikan dan kebatilan.

Dunia kini dan selamanya tidak akan sunyi daripada dua aspek yang berlawanan dan berpasangan sepertimana kebenaran dan kebatilan. Memetik terjemahankalamullah daripada ayat ke-36, Surah Yasin, “Maha Suci Allah yang telah menciptakan segalanya berpasang-pasangan, baik yang ditumbuhkan dari bumi dan apa yang datang daripada diri mereka sendiri mahupun daripada apa yang tidak mereka ketahui.”

Berdiri di atas dasar yang sama oleh apa yang telah dipersetujui oleh sebahagian ahli falsafah Cina bahawa dunia tidak lari daripada dua unsur utama iaitu Yin (baik) dan Yang (jahat). Begitu juga dalam setiap tayangan layar perak pasti akan muncul di sana protagonis (watak baik) dan antagonis (watak jahat). Demikianlah percaturan daripada Yang Maha Bijaksana supaya pada setiap sesuatu itu adanya dua sifat yang berlawanan atau berpasangan.

Apa itu kebenaran dan apakah pula kebatilan? Secara bertulis Kamus Pelajar Edisi Kedua menyatakan kebenaran adalah sesuatu yang benar atau sesuatu yang sungguh-sungguh ada atau betul manakala kebatilan sepertimana yang dinukilkan Kamus Dewan Edisi Keempat pula adalah perihal tidak benar atau lawan pada kebenaran. Nah, kini jelas apa yang akan kita perkatakan.

Kebatilan tidak boleh selamanya tertegak dan ianya mesti ditentang habis-habisan. Sebagaimana istilah yang telah digunakan dalam satu masalah Feqah pada menceritakan perihal suami yang tidak menegur isterinya yang berbuat maksiat dikatakan dayus maka mereka yang tidak menentang kebatilan juga boleh digelar sedemikian rupa. Mereka yang mendiamkan kebatilan sahaja sudah dikira bacul atau dayus apatah lagi yang turut sama menyokongnya?

Menegak kebenaran dan menentang kebatilan adalah sunnah para Rasul yang terdahulu. Mereka telah berjuang bermati-matian menyampaikan ad-din yang benar pada umat. Walaupun dicemuh dan dihina mereka tetap teguh menyampaikan Islam demi melihat agama yang benar terus tersebar zaman-berzaman. Natijahnya kita di zaman ini mampu menikmati keindahan Islam.

Insan yang menegak kebenaran dan menentang kebatilan selalunya terkorban. Mereka rela dikorban demi kebenaran. Oleh kerana itulah tidak ramai yang sanggup memilih jalan tersebut. Sebagai contoh, antara penegak-penegak kebenaran selain para Nabi adalah para Khalifah yang empat. Mereka semua mati terbunuh. Salah seorang pendiri mazhab yang kita sama-sama dukungi mazhabnya iaitu Muhammad bin Idris As-Syafie atau lebih dikenali sebagai Imam As-Syafie ada pendapat yang mengatakan ia mati diracun oleh penyokong fanatik mazhab lain.

Salah seorang ilmuan besar zaman silam yang dikenali dengan gelaran Imam Fakhruddin ar-Razi. Seorang yang pakar dalam pelbagai disiplin ilmu merangkumi ilmu cabang agama dan dunia sekaligus. Melalui kepakarannya dalam Ilmu Kalam, beliau telah berjaya menarik ramai daripada kalangan pendukung fahaman sesat Mu’tazilah dan Karamiah kembali pada fahaman sejati Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Beliau juga telah dikatakan mati diracun oleh pendokong fahaman sesat Karamiah.

Contoh terdekat yang berlaku di negara kita satu masa dahulu pula ialah apa yang berlaku pada pejuang-pejuang kebenaran negara yang mewakili rakyat demi menuntut hak kemerdekaan negara. Mereka yang terdiri daripada Tok Janggut, Datuk Bahaman, Abdul Rahman Limbong, Mat Saleh dan ramai lagi adalah sebahagian daripada mereka yang sanggup berkorban dan terkorban demi kebenaran.

Akhir kata hayatilah kisah-kisah mereka yang terkorban demi kebenaran. Mereka semua adalah insan yang berani dan mulia. Berani terkorban demi kebenaran. Berani menentang demi kemenangan. Kebatilan tidak akan jatuh jika tidak ada persepakatan dalam menjatuhkannya. Marilah kita bersatu dalam menegakkan kebenaran. Sama-sama kita berpakat dalam meruntuhkan kebatilan. Mati itu pasti dan ianya hanya sekali. Sama ada mati dalam memperjuangkan kebenaran atau mati sebagai insan biasa. Pilihan di tangan kita sendiri.

Disediakan oleh

Setiausaha Agung

Bacaan Doa Setelah Sholat Tahajjud

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Bacaan Do'a Setelah Shalat Tahajud menurut beberapa pendapat sebenarnya tidak ada bacaan dan atau doa tertentu sesudah sholat tahajud, anda bisa berdoa apa saja dan memohon apa saja, namun demikian pendapat dari kebanyakan ulama' dengan melihat kebiasaan Rasulullah SAW adalah dengan membaca doa sebagaimana berikut :

للّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ، اَللّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ. فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَنْتَ إِلٰهِيْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ

Atau bisa juga dilafadzkan dalam bahasa indonesia :

"Ya, Allah! Bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan bumi serta seisi-nya. Bagi-Mu segala puji, Engkau benar, janji-Mu benar, firman-Mu benar, bertemu dengan-Mu benar, Surga adalah benar (ada), Neraka adalah benar (ada), (terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar (dari- Mu), peristiwa hari kiamat adalah benar. Ya Allah, kepada-Mu aku pasrah, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku kembali (bertaubat), dengan pertolongan-Mu aku berdebat (kepada orang-orang kafir), kepada-Mu (dan dengan ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh karena itu, ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang hak disembah
kecuali Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali Engkau".

Ada baiknya pula membaca Do'a keselamatan Dunia Dan Akhirat :

رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْءَاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya : "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".(QS, 2:201)

Dan membaca Istigfar sebanyak-banyaknya.

Wallahu A'lam

Bangkitnya Spiritual Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk negeri ini sejauh mana Islam telah mewarnai kehidupan bermasyarakat dan bernegara kita. Jangan-jangan seperti yang disampaikan Fethullah Gülen dalam bukunya bahwa kita sudah meninggalkan ajaran agama karena kita meyakini bahwa kenikmatan dunia hanya bisa diraih dengan menanggalkan agama. Na’udzubillah. Kita berharap masyarakat muslim bisa menyadari bahwa sesungguhnya ajaran Islam sudah lebih dari cukup sebagai landasan dan pijakan berbangsa dan bernegara. Tidak perlu melirik ideologi lain, tidak perlu tergoda dengan faham lain, dan tidak perlu larut dalam rayuan dogma-dogma lain. Cukuplah Islam, dan peganglah ia hingga maut menjempu

Harmoni antara makhluk dan berbagai fenomena yang terjadi di jagad raya adalah sebuah keniscayaan dan terjadi begitu saja, sedangkan aturan yang mengatur manusia terjadi berdasarkan kehendak bebas yang mereka miliki. Untuk yang terakhir, sumber terutamanya adalah rasa takut kepada Allah. Keteraturan adalah sebuah istilah yang merangkum ketenteraman, ketenangan, harmoni, dan harapan akan masa depan yang cerah. Ketenteraman dan harmoni tentu tidak dapat ditunggu dari kondisi kacau (chaos), sebagaimana halnya masa depan yang cerah juga tidak mungkin terwujud dari anarki.

Pada mulanya, keteraturan terkesan sebagai produk dari kehendak dan pemikiran manusia yang berdiri sendiri. Sebab pikiran memang tidak berada di bawah kendali jiwa dan tidak pernah bisa memutuskan hubungan dengan kejahatan. Bahkan banyak naluri baik yang terdapat di dalam pikiran berubah menjadi ratapan yang kemudian menyimpang menjadi kekacauan.

Sejak jagad raya tercipta, semua makhluk selain manusia selalu berada dalam keteraturan. Harmoni dalam gerakan molekul, keserasian dalam penampilan bunga, keseimbangan dan keserasian antara semua makhluk baik yang hidup maupun yang mati, peredaran bintang-bintang di langit yang menuturkan puisi untuk kita, berbagai  makna yang disampaikan oleh bunga, dedauan, dan ranting-dahan pepohonan... Semuanya bergerak dalam keteraturan luar biasa yang melingkupi segalanya.

Ya. Jika nurani manusia mau merenungi "kitab penciptaan" barang sejenak, pastilah ia akan dapat melihat keteraturan dan harmoni tersebar di seluruh semesta. Semuanya akan terlihat indah dengan kandungan makna yang dahsyat. Untuk dapat melakukan itu, kita tidak perlu memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi, karena hati manusia –termasuk yang memiliki tingkat kepekaan yang rendah- pasti mampu merasakan setiap warna, rupa, suara, dan keindahan syair atau lagu dengan warna tak terhingga yang terkandung dalam gelegar petir seperti yang juga terkandung di dalam kicauan burung; dalam penampilan bunga yang indah seperti yang juga terkandung dalam keindahan langit malam. Tapi orang-orang yang berada di barisan terdepan di antara mereka yang melangkah ke depan adalah mereka yang memahami fisika, kimia, dan biologi, dan astrofisika kehidupan.

Segala sesuatu berkata: keteraturan... harmoni...

Segala sesuatu melantunkan makna spiritual yang terkandung di dalam segenap entitas. Segala sesuatu: dari kegundahan ombak samudera sampai nyanyian sendu padang pasir yang tak pernah henti memetik dawai hati kita; dari keheningan lembah sampai puncak ketinggian gunung-gunung; dari kedalaman laut yang sunyi sampai kemeriahan langit malam.

Jika segala sesuatu begitu teratur dan harmonis, maka bagaimanakah sebenarnya ketidakteraturan –yang kita sebut "kekacauan"- bisa terjadi di muka bumi?

Dunia memang mengenal kekacauan dan kesemrawutan dari tingkah-polah manusia yang akalnya tidak mau tunduk kepada Allah, membiarkan hasrat mereka tunduk pada kejahatan, dan tidak pernah mengisi hati mereka dengan kebaikan.

Manusia adalah satu jenis makhluk dengan pelbagai ambisi yang tak terbatas dan kelemahan yang banyak sehingga mereka tidak dapat dibandingkan dengan makhluk lain. Telah kita ketahui bahwa di setiap kelemahan yang dimiliki manusia –seperti sifat tamak, dengki, benci, marah, kejam, dan berahi- terkandung berbagai kekuatan negatif seperti nafsu untuk merusak, menyia-nyiakan segala sesuatu, dan hasrat untuk membuat kekacauan dengan tingkat yang berbeda-beda. Sebab itulah setiap manusia tidak dapat lari dari hal-hal buruk jika manusia yang bersangkutan tidak mampu mengendalikan keinginan buruknya dengan pendidikan yang baik, agar ia dapat menjadi manusia yang baik. Selain itu ia juga harus mau memenuhi semua kontrak sosial (social contract) dengan menyadari keberadaan orang lain dalam semua keinginan, kesenangan, kesedihan, hak, dan kebebasan.

Pendidikan yang dapat mengangkat harkat manusia dari manusia "potensial" menjadi manusia "nyata" adalah pendidikan yang memiliki dimensi ketuhanan. Kebudayaan kita harus mendapatkan nutrisi dari bunga yang tumbuh di taman kita dan dari sari pati spiritualitas kita sendiri. Semua itu harus dilakukan agar manusia tidak ditolak oleh kesadaran kolektif masyarakat dan dari kesadaran sejarah.

Kontrak sosial harus terwujud dalam bentuk terbaik sesuai dengan kondisi zaman dan dalam kerangka hak dan kemerdekaan manusia. Dengan demikian, maka setiap komunitas tidak akan kehilangan kekuatan, otoritas, kehormatan, dan harga diri mereka dalam konflik yang mungkin terjadi. Mereka juga tidak akan terperosok ke dalam lingkaran kerusakan yang selalu muncul di tengah konflik.

Tapi yang saya maksud dengan "kontrak sosial" di sini bukanlah sebuah kontrak kolektif yang tertulis hitam di atas putih dengan tanda tangan para tokoh masyarakat di atasnya. Yang saya maksud adalah sebuah "kesepakatan bersama" untuk setia kepada nilai-nilai kemanusiaan yang diikat dalam sebuah "kontrak" atau perjanjian yang diikat dan dibatasi oleh prinsip hak manusia, kebebasan, dan kecintaan pada kebenaran.

Selain itu, batas dan kerangka "kontrak" ini juga ditentukan oleh kondisi jiwa, tingkat spiritualitas setiap individu, keterserapan iman dan keyakinan ke dalam tabiat individu. Dengan proses seperti ini, maka kesadaran individu dapat seimbang dengan kualitas kemanusiaan yang dimilikinya. Sebuah komunitas yang terdiri dari individu-individu yang sudah melewati batas-batas fisik-jasmani dan kemudian hidup dalam kehidupan spiritual-rohani adalah komunitas ideal yang dapat menjadi contoh keteraturan. Di dunia manusia, keteraturan seperti ini selalu menjadi impian dan cita-cita yang hendak dicapai di masa depan, karena keteraturan menjadi cermin yang merefleksikan harmoni universal yang meliputi segala entitas.

Di dunia kita, negara berperan seperti nahkoda kapal yang mengurus aspek-aspek terpenting dalam kehidupan yang terbentuk dari moralitas dan keluhuran. Maka tugas nahkoda adalah mendayagunakan dan mengarahkan semua elemen yang berada di bawah kendalinya dengan sebaik-baiknya, serta menghantarkan mereka semua ke tujuan tanpa harus bertabrakan dengan gelombang malapetaka. Tentu saja hal itu hanya dapat terwujud dengan menciptakan harmoni antara semua awak yang dipimpin oleh sang nahkoda dengan keteraturan alam semesta.

Kita tentu tidak dapat membayangkan akan adanya sebuah masyarakat yang baik atau negara yang hebat tapi diisi oleh individu-individu yang selalu menolak nilai-nilai luhur dan memilih untuk menjadi segerombolan manusia tak bermoral. Selain itu kita juga sepakat bahwa masa depan yang diisi oleh para pembuat onar yang mengidap berbagai macam penyakit masyarakat pasti hanyalah omong kosong yang tidak ada artinya.

Jadi apapun istilah atau bentuk yang digunakan, impian untuk mencapai sesuatu atas nama stabilitas dan kemanan, tapi dilakukan dengan menggunakan kekerasan senjata, pasti hal itu tidak lebih dari sekedar impian belaka. Jadi jika negara atau pemerintah berharap akan mampu menjaga stabilitas dengan cara itu, maka itu adalah sebuah kebohongan yang tidak akan pernah  menjadi kenyataan.

Sebuah negara atau pemerintah tidak akan pernah tegak dengan kokoh kecuali hanya jika ia mampu menetapkan tujuan ideal yang akan menjamin kehidupan lebih baik bagi masyarakat. Caranya adalah dengan menentukan tugas setiap elemen masyarakat dan kemudian mengarahkannya pada sebuah tujuan tunggal. Singkatnya, kita harus merancang sebuah "tujuan tunggal" dalam setiap tindakan yang kita lakukan.

Ya. Setiap individu dan setiap elemen kehidupan memang harus menyiapkan dan merancang diri mereka masing-masing untuk mengangkat harkat umat manusia menuju puncak kejayaan. Hal itu perlu dilakukan agar semua perhitungan dan sumbangsih –meski sekecil apapun juga- yang diberikan setiap individu tidak akan melanggar harmoni alam semesta, dan agar semua komunitas manusia yang bermacam ragamnya tidak saling menghantam satu sama lain seperti ombak lautan.

Dulu, ketika ajaran Islam menguasai seluruh aspek kehidupan, kita pernah mencapai kejayaan seperti yang saya jelaskan di atas. Pada saat itu, umat manusia bergerak maju dalam harmoni yang bersijalin dengan gerak alamiah mereka. Pada masa keemasan itu Islam berhasil membuat setiap individu dan elemen masyarakat menjadi soko guru bagi keteraturan alam semesta.

Dengan merevisi cara pandang kita terhadap "keteraturan" dan dengan memperbarui keyakinan kita bahwa keinginan kitalah yang akan membawa harmoni ilahi ke dunia makhluk dan kehidupan manusia. Kita juga akan dapat menarik keseimbangan dalam hubungan internasional ke poros ini. Inilah sumbangsih terbesar dari generasi modern kepada masa yang akan datang. Saya mengira bahwa kita memiliki semua perangkat yang dibutuhkan untuk mengemban misi penting ini. Asalkan kita mau menelisik lagi keinginan kita, meneliti lagi kedudukan kita di depan Allah, menentukan lagi tujuan nasional kita, mengkonsolidasi strategi dan kebijakan yang kita ambil, dan merealisasikan semua rancangan yang telah kita miliki.

Kekacauan Menuju Keteraturan

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sejak beberapa abad silam, orang yang melihat masyarakat kita menemukan sekian banyak kerusakan pada ranah akhlak, ilmu, dan pemikiran. Hingga saat ini masyarakat kita masih terus mencari sistem dan pemikiran alternatif dalam bidang pendidikan, seni, dan akhlak. Sebenarnya yang kita butuhkan adalah tekad sekuat baja dan otak cemerlang yang mampu menjangkau seluruh kedalaman entitas dengan baik. Sosok seorang manusia yang dapat menjadi rujukan bagi umat baik dalam urusan dunia maupun akhirat serta sanggup memangku jabatan sebagai khalifah Allah di bumi.

Berbagai gerakan perubahan yang akhir-akhir terjadi di seluruh dunia telah berhasil membuka kedok begitu banyak orang sehingga terkuatlah siapa sebenarnya mereka sebenarnya. Selain itu, semua tabir penghalang yang menutupi mata kita saat ini juga telah terbuka sampai batas-batas tertentu. Sedikit demi sedikit, kebenaran pun semakin jelas, baik yang berhubungan dengan individu maupun benda-benda. Kita dapat melihat pencapaian kita dengan lebih jelas, sehingga kita pun dapat menarik kesimpulan dari berbagai kejadian secara lebih jerniah dan tepat.

Kita pun kini dapat memahami bahwa ternyata segala malapetaka dan kebusukan yang kita alami di negeri ini sejak dua abad terakhir bukan hanya menghantam "pakaian", pemikiran, dan falsafah kehidupan kita saja, melainkan juga menghancurkan kebudayaan, kesadaran sejarah, sistem moral, konsep kita tentang kebajikan, selera kesenian, dan semua akar spiritual yang kita miliki. Semua ini tengah menghadapi erosi yang menjadi sebuah bahaya besar bagi kita. Pondasi spiritualitas kita pun terguncang hebat sementara mata air sumber kebajikan yang kita miliki terus mengering, dan pada gilirannya jurang pemisah antara masa lalu dengan masa kini pun semakin lebar.

Ya. Dunia yang kita diami saat ini memang telah mengalami berbagai era yang luar biasa. Kita pernah mengalami satu masa ketika para cendekiawan terpaksa diam dan ilmu pengetahuan dibelenggu, para pemegang kekuasaan sibuk menindas dan meninggalkan nilai-nilai kebenaran, sementara rakyat jelata harus menghadapi berbagai bentuk penindasan yang kelam di tengah gelombang kebingungan tanpa bisa berbuat apa-apa seperti jasad yang telah mati.

Berapa banyak mata yang terus meneteskan air mata tanpa daya di tengah zaman kegelapan  ini, ketika kabut kegelapan keputusasaan mengepung dari berbagai penjuru, hati berteriak dengan kegetiran yang menghimpit karena ulah orang-orang yang tidak mengenal rasa malu. Hati lalu berkata di tengah tangisannya: "Apa yang dapat diharapkan dari orang-orang bingung yang membiarkan kekufuran masuk ke tubuh mereka, atau dari orang-orang dungu yang selalu bertepuk riuh terhadap siapapun dan apapun, atau dari orang-orang lemah yang selalu mengangguk di depan penguasa?!"

Sialnya, semua yang telah terguncang itu tidak serta merta musnah agar dapat digantikan oleh yang baru! Ya. Sudah hancur tapi belum binasa, sehingga belum ada yang menggantikannya. Tapi akibatnya masyarakat menjadi terjungkir balik dari nilai-nilai keluhurannya. Dengan munculnya kegelisahan dan hilangnya rasa aman –terlebih di zaman sekarang ini- dari relung hati kita, tak terkecuali bagi kalangan realis yang tidak pernah peduli akan hal lain melainkan kesenangan mereka sendiri.

Sekarang perkenankan saya untuk meminta Anda berpikir kira-kira dengan apa kita dapat menyelamatkan diri dari kemiskinan moral dan kesesatan yang semakin parah hari demi hari hingga membuat kehidupan menjadi beban berat dan setumpuk kebingungan yang tak bisa lagi kita pikul?

Bagaimana kita menyelamatkan diri dari berbagai penyakit yang menyerang kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat kita?

Bagaimana kita dapat melangkah ke masa depan dengan tenang dan penuh percaya diri?

Apakah kita perlu mengimpor ideologi dan mimpi-mimpi kosong dari sana sini? Ataukah kita perlu menggunakan rasionalitas masa kini yang telah dipakai oleh "mereka" untuk membangun segalanya?

Tidak! Beban berat yang lebih besar dibandingkan gunung Qaf ini tidak mungkin dapat dipikul oleh logika dan ideologi yang tidak jelas juntrungnya seperti itu!

Sejak beberapa tahun terakhir, semua gerakan pembaruan sama sekali tidak berhasil mencetuskan perubahan apa-apa selain hanya pada tingkat "penampilan" saja. Semua reformasi yang terjadi masih jauh dari cita-cita dan tujuan yang telah direncanakan. Sementara orang-orang yang memegang tampuk kekuasaan mengira bahwa tindakan memegang kuas yang kemudian mereka gunakan untuk mengecat luka di tubuh masyarakat adalah sebuah keputusan cerdas. Bahkan sering pula mereka mengira bahwa tindakan bodoh seperti itu adalah sebuah langkah revolusioner!

Rupanya para pembesar itu melupakan "luka dalam" yang menyerang tubuh masyarakat. Padahal luka-luka seperti itu selalu lebih parah pada organ tubuh masyarakat yang vital.

Itulah yang terjadi dalam sejarah kita belum lama ini, tentu saja dengan mengecualikan beberapa pejuang sejati yang selalu menyandarkan kekuatan mereka pada iman, cita-cita, dan tekad yang kuat. Saat ini, amatlah sulit bahkan hanya untuk menyatakan bahwa perjuangan para pendahulu kita telah dapat dilanjutkan dengan ketulusan dan kekuatan yang murni seperti dulu. Saat ini, meski pun tidak mustahil, namun amatlah sulit bagi kita untuk mewujudkan persatuan seperti yang dulu pernah terwujud sebagaimana sulit pula bagi kita untuk menciptakan kebangkitan seperti yang duu pernah terjadi.

Akhirnya, kalaupun berbagai komunitas yang telah terpecah belas antarsatu sama lain disebabkan jurang pemisah yang semakin lebar pada beberapa tahun terakhir ini tidak terperosok dalam kemiskinan akut yang menghantam kehidupan spiritual dan intelektual mereka, maka pastilah mereka mengalami krisis parah pada dalam bentuk keterasingan atau bahkan pertikaian yang membuat mereka tak segan untuk saling menyerang seperti serigala. Sesuatu yang putih bagi sebagian mereka, dianggap hitam oleh sebagian yang lain. Sesuatu yang diserukan oleh sebagian mereka, justru dilawan oleh sebagian yang lain. Langkah alterlatif yang diambil oleh sebagian mereka, dianggap sebagai kekalahan oleh sebagian yang lain. Keteguhan sikap sebagian mereka, dianggap sebagai fatanisme buta oleh sebagian yang lain...

Dengan semua hal negatif yang terus terjadi seperti itu, coba Anda bayangkan konflik seperti apa sebenarnya yang sedang terjadi, yang sebentar lagi akan berubah menjadi pertempuran yang membabi-buta. Tidak akan ada lagi satu standar yang dapat diterima oleh semua pihak agar mereka dapat mengetahui siapa sebenarnya dari mereka yang paling dekat dengan kebenaran.

Itulah sebabnya, saat ini kita sangat membutuhkan satu jalan yang dapat mengantarkan kita pada kebenaran dan kebajikan sejati; sebuah manhaj pemikiran yang tidak menipu kita; sebuah tolok ukur yang tidak akan menyesatkan kita.

Secara faktual kita dapat mengatakan bahwa sebenarnya perasaan dan nilai-nilai moral yang kita miliki dapat menjadi sumber cahaya kebenaran yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai keruwetan yang terjadi. Hanya sayangnya, di saat sekarang ini perasaan dan nilai-nilai yang kita miliki sedang sakit sehingga tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Kedua modal penting ini telah tercabut dari akarnya dan telah kering pula mata airnya.

M. Akif Ersoy bersyair :

Akhlak tidak akan membaik dengan pengetahuan atau perasaan

Tapi dengan rasa takut pada Allah yang kita miliki dan kebajikan

Kalau takut terhadap Allah telah hilang dari hati dan perasaan

Maka kau tidak akan temukan yang tersisa dari pengetahuan dan perasaan

Untuk mengetahui seperti apa sebenarnya mimpi buruk yang sedang kita alami, Anda tentu dapat menambahkan lagi –setelah kita membahas berbagai hal negatif di atas- beberapa kebusukan seperti kelemahan tekad, hati nurani yang mati, atau buasnya perasaan manusia yang haus darah manusia lainnya.

Jadi saat ini amatlah penting bagi kita untuk segera mulai bekerja guna memulihkan semua landasan kehidupan kita. Kita harus segera merancang pola pemikiran dan logika, menguatkan tekad, serta menyiapkan generasi yang kuat.

Langkah pertama yang harus kita ambil adalah mengetahui hukum sebab-akibat, karena kita hidup di dunia yang dijejali dengan rangkaian sebab-akibat. Saat ini kita hidup di dunia kausa. Maka mengabaikan prinsip sebab-akibat akan membuat kita menjadi layaknya kaum jabariyyah yang sesat. Kita bukan hanya harus mengetahui prinsip kausalitas, tapi juga harus memahami dengan baik hubungan antara sebab dan akibat (tanâsub al-'illiyyah).

Jika kita tidak melawan landasan pemikiran yang berbahaya dengan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk menghadapi semua itu mulai saat ini juga, maka di masa mendatang kita pasti harus menghadapi berbagai bentuk kerusakan moral, bencana sosial, dan penyimpangan yang jauh lebih parah.

Sungguh tidak ada artinya jika ada yang mengetahui bencana setelah bencana itu terjadi di depan mata. Yang kita perlukan adalah orang yang mampu memprediksi apa yang akan terjadi setelah terlebih dulu ia berhasil mendeteksi penyebab dan apa yang akan terjadi kemudian sebelum malapetaka benar-benar datang. Saat ini, amatlah sulit bagi kita untuk mengatakan bahwa kita memiliki kemampuan seperti itu. Apalagi jika kita mengklaim bahwa kita telah berhasil mewujudkan cita-cita yang kita dambakan!

Di tengah masa kegelapan seperti ini, masyarakat kita mengalami kegamangan dalam segala hal termasuk pada tujuan pribadi, pemikiran, dan apa yang mereka inginkan. Mereka terus mencari cita-cita tertentu yang mereka anggap luar biasa dan dapat memperbaiki kehidupan mereka. Pada saat itulah muncul orang-orang yang begitu saja tunduk pada pemikir, cendekiawan, atau negara tertentu. Namun seiring berlalunya masa, ketika apa yang diajarkan oleh si pemikir atau cendekiawan itu telah merasuk ke dalam otak dan tingkah-laku kita, tiba-tiba saja kita mengalami kebingungan, distorsi pemikiran, disorientasi pandangan, dan krisis kepribadian. Ketika itu terjadi, maka setiap orang yang sebelumnya membebek secara membabi buta kepada ajaran asing tersebut pasti akan mengalami kerusakan kepribadian yang parah dan mustahil disembuhkan. Jadi, pada dasarnya kita memang hanya boleh meyakini tujuan yang telah ditetapkan Allah dan bukan yang lain.

Descartes berkata: "Pemikiran yang tidak bebas tidaklah ada artinya." Bukankah kita dapat berpikir, setidaknya, seperti Descartes demi menyelamatkan diri kita dari skolastisisme yang telah ketinggalan zaman?! Sayangnya, kita belum mampu melakukan itu.

Semua generasi yang mampu melihat cakrawala kehidupan mereka -baik duniawi maupun ukhrawi- begitu cerah, yaitu mereka yang kelak akan mengetahui bahwa cahaya kebenaran pasti akan terbit di masa depan, harus segera merevisi semua pemikiran, formulas, dan sistem yang ada di tengah kiat, baik yang telah diimpor dari luar maupun yang terbentuk sendiri di dalam. Setelah itu, mereka harus membersihkan masyarakat dari noda westernisasi yang buruk dan mengembalikan masyarakat kepada akar budaya mereka sendiri. Semua itu harus mereka lakukan agar mereka dapat melindungi dan melestarikan jati diri dan kepribadian mereka untuk kemudian melangkah mantap ke depan dalam hubungan yang harmonis dengan seluruh dunia.

Jika hal itu berhasil terwujud, maka ketika melangkah ke masa depan masyarakat kita akan dapat melihat masa lalu dan masa kini. Mereka tidak akan langsung berpaling dari masa silam hanya karena menganggap bahwa semua itu sudah usang, tapi mereka juga tidak akan menelan mentah-mentah masa kini hanya karena menganggapnya masih segar dan baru.

Karakter paling menonjol yang dimiliki generasi baru ini adalah penguasaan mereka terhadap ilmu yang berhubungan dengan masa kini dan masa depan. Selain itu mereka juga memahami dengan baik bahwa yang perlu mereka ketahui tidak terbatas pada apa yang saat ini sudah kita ketahui. Mereka juga selalu berusaha mengetahui kebenaran sejati untuk kemudian menanamkannya di dalam akal, logika, dan tindakan mereka sambil menyandingkannya dengan inspirasi yang mereka miliki.

Satu hal lain yang perlu saya sampaikan di sini adalah kewajiban kita untuk mengenal sejarah kita sendiri berikut para pahlawan, agar kita dapat berkembang dan berubah menjadi lebih baik. Kita juga harus mengetahui alur sejarah dan para tokoh yang berperan membentuk alur tersebut hingga masa kini. Kita harus mengetahui siapa saja di antara mereka yang telah memainkan peran, memotivasi, dan menumbuhkan cinta di tengah masyarakat kita. Siapa di antara mereka yang telah mengembuskan semangat patriotik ke dalam jiwa masyarakat kita.

Saya yakin kita akan dapat mengetahui dengan baik apa-apa saja yang dapat kita jadikan sebagai prinsip kita, dan kita pasti akan mampu menentukan langkah-langkah yang tepat untuk menyongsong masa depan, setelah kita berhasil memahami dengan baik semua yang telah saya jelaskan di atas. Kita pasti akan hidup sejahtera jika kita selalu berjalan di jalan para pemberani yang selalu menjaga dengan baik semua pemikiran, cinta, dan toleransi di dalam dada mereka.

Perjalanan Masih Panjang

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Perjalanan Masih Panjang “Kehancuran manusia yang paling berat adalah hilangnya semangat hidup karena tidak memiliki cita-cita untuk diraih" Jangan Terlena, Perjalanan Masih Panjang Sangat jauh...perjalanan masih sangat panjang.

Hidup ini memang aneh ya, banyak hal yang terjadi di luar perkiraan kita. Tapi itulah hidup, penuh dengan misteri, dan justru itulah yang membuatnya menjadi nikmat untuk dijalani.

Bila hidup selalu berjalan sesuai perkiraan, maka tentu kita akan merasa bosan menjalaninya, hidup berjalan datar dan tanpa nuansa.

Perjalanan masih panjang, ini sekedar persinggahan sejenak untuk mengambil nafas dalam-dalam. Persinggahan untuk melihat kebodohan-kebodohan yang telah sudah kita perbuat selama ini, agar kami bisa lebih baik, lebih sabar, lebih perhatian, dan lebih pengertian.

Ya Allah, jangan pernah mengangkat curahan kasih dan terang petunjuk Mu dari kami, Engkaulah Pemimpin dan Pembimbing Kami 

Tegakkan Syariat Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

PULUHAN mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Sosiologi Peduli Syariah Unsyiah (FMSPS Unsyiah) kemarin berunjuk rasa ke Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh, Senin, 26 Maret 2013.

Unjuk rasa ini dibuat sebagai upaya mengingatkan pemerintah dalam menegakkan syariat Islam di Banda Aceh. Juru bicara FMSPS Hendra Gunawan, mengatakan dengan unjuk rasa ini mereka mengingatkan agar dinas terkait tidak hanya memantau di tempat-tempat kecil saja. Namun juga menutup diskotik yang ada di Banda Aceh.

"Kami ingin Dinas Syariat Islam menutup tempat-tempat tertentu. Mereka harus ada akses masuk ke dalam hotel-hotel itu," ujarnya kepada ATJEHPOSTcom.

Setelah berunjuk rasa mereka juga longmarch menuju bundaran Simpang Lima Banda Aceh. Di sana mahasiswa menggelar aksi teatrikal berupa pocong, kuntilanak dan berbagai makhluk halus lainnya.

"Kami berharap dengan adanya demo ini, pemerintah dapat mengatasi syariat Islam secara adil, sama rata. Dalam artian syariat Islam harus ditegakkan secara tegas,” katanya.

Mereka juga mendesak serta meminta pemerintah dan dinas terkait untuk segera menuntaskan persoalan pelanggaran syariat Islam tanpa harus pilih-pilih, segera menutup tempat-tempat yang dianggap melanggar syariat Islam, dan menegakkan syariat Islam secara kaffah.

Hukum Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Islam adalah salah satu agama yang dianut oleh masyarakat dunia saat ini dan termasuk di antara agama-agama besar di dunia, jumlahnya tak kurang dari ¼ penduduk dunia saat ini 6,8 Milyar. Sedangkan di Indonesia menjadi agama yang dianut oleh mayoritas penduduk, lebih dari 85% jumlah penduduk.

Fakta ini tidak terlepas dari sejarah masuk dan berkembangnya berbagai agama dan kepercayaan di Indonesia sejak berdirinya negara Nusantara I Sriwijaya, negara Nusantara II Majapahit, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebelum kemerdekaan, setelah kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, masa reformasi, dan hingga saat ini.

Boleh dikatakan penyebaran Islam di Indonesia hampir sebagian besar merupakan andil dan peran para pedagang. Mereka yang berstatus sebagai pedagang itu ada yang dianggap sebagi wali (Wali Sanga) oleh masyarakat di Pulau Jawa. Dalam menjalankan misinya mendakwahkan Islam, tak jarang para wali menerapkan strategi dakwah melalui unsur-unsur budaya masyarakat tempatan.

Ini dapat dilihat dari seni yang merupakan akulturasi nilai-nilai Islam dan budaya Jawa, misalnya wayang, penggunaan bedug, seni arsitektur masjid, perayaan keagamaan, dan sebagainya.

Perkembangan terbentuknya negara Indonesia dan tatanan kenegaraanya itu, jika dilihat dari sisi pengaturan kehidupan beragama warga negaranya, Indonesia dikatakan bukan sebagai negara agama (teokrasi) dan bukan pula negara sekuler oleh Gus Dur dikatakan sebagai “negara yang bukan-bukan”.

Indonesia dikatakan bukan sebagai negara agama (teokrasi) yang berdasar penyelenggaraan negara pada agama tertentu saja, karena negara tidak campur tangan terhadap tata cara pengamalan, ritual masing-masing agama. Yang diatur adalah administrasi setiap agama yang ada di Indonesia sehingga dalam menjalankan kegiatan agama dan keagamaan tidak berbenturan dan mengganggu agama lain.

Di sinilah pentingnya menjaga dan membangun Kerukunan Umat Beragama sebagai salah satu tugas Negara untuk melindungi setiap warganya dalam memeluk agama dan beribadat menurut kepercayaannya. Indonesia juga bukan negara sekuler apalagi negara atheis, karena negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tercantum dalam Sila Pertama Pancasila dan pasal 29 UUD 1945 ini, tidak membenarkan warga negaranya hidup tanpa memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam konstelasi sistem hukum dunia atau sistem hukum utama (major legal system), hukum Islam (Islamic Law) diakui dalam masyarakat Internasional di antara hukum hukum lainnya seperti Hukum Sipil (Civil Law), Hukum Kebiasan Umum (Common Law), Hukum Sosilis (Socialist Law), Sub-Saharan Africa, dan Far East.

Hukum Syar’i, dalam banyak istilah disebut hukum syara’ atau hukum syari’at atau hukum syari’ah, dan oleh dalam masyarakat Indonesia lebih dikenal sebagai Hukum Islam adalah salah satu sub sistem hukum yang berlaku di negara Indonesia dan menjadi unsur yang membentuk (sumber bahan hukum) sistem hukum nasional Indonesia. Disamping itu ada dua sub sistem hukum lagi sebagai sumber bahan hukum yaitu hukum barat dan hukum adat.

Secara lughawi (etimologis) syari’at berarti jalan ke tempat pengairan atau jalan yang sesungguhnya harus dituruti. Syari’at juga berarti tempat yang akan dilalui untuk mengambil air di sungai. Maka dapat ditegaskan di sini syari’at adalah segala aturan Allah yang berkaitan dengan amalan manusia yang harus dipatuhi oleh manusia itu sendiri. Sedangkan segala hukum atau aturan-aturan yang berasal atau dibangsakan kepada syari’at tersebut disebut hukum syar’i.

Sedangkan syari’at/syari’ah dalam pengertian terminologis adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya.

Di dalam ajaran Islam sendiri tidak dikenal istilah hukum Islam (hanya merupakan istilah khas di Indonesia). Dalam Alquran dan Sunnah istilah hukum islam (al-hukm al-islam) tidak ditemukan. Namun yang lazim digunakan adalah kata hukum syar’i, hukum syara’, syari’at islam, yang kemudian dalam penjabarannya disebut istilah fiqh, artinya adalah menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakan sesuatu dari padanya (secara terminologis).

Para ulama fiqh/ushul fiqh kemudian menetapkan defenisi hukum Islam (selanjutnya pemakalah sebut hukum syar’i) antara lain sebagai berikut :

- Dikemukakan oleh Al-Baidhawi sebagai berikut: “Firman Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan, maupun bersifat wadh’i”. – Dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah: “Firman (titah) Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf yang bersifat memerintahkan terwujudnya kemaslahatan dan mencegah terjadinya kejahatan, baik titah itu mengandung tuntutan (peruntah dan larangan) atau semata-mata meneragkan pilihan (kebolehan memilih) atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau penghalang terhadap suatu hukum”.

Adapun syari’at dalam literatur hukum Islam, mempunyai tiga pengertian sebagai berikut:
a. Syaria’ah dalam arti hukum yang tidak dapat berubah sepanjang masa.
b. Syariah dalam pengertian hukum Islam/Hukum Syar’i, baik yang tidak berubah sepanjang masa maupun yang dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
c. Syari’ah dalam pengertian hukum yang terjadi berdasarkan istinbath dari Alquran dan Hadits (fiqh), yaitu hukum yang diinterpretasikan oleh para sahabat Nabi saw, hasil ijtihad dari para mujtahid dan hukum-hukum yang dihasilkan oleh ahli hukum Islam melalui metode qiyas dan metode ijtihad lainnya.

Dengan demikian hukum syar’i adalah hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia mukallaf dalam bidang fiqh Islam (syari’ah), bukan hukum berkaitan dengan akidah dan akhlak. Karena syari’ah Islam secara luas meliputi meliputi aqidah/iman/sistem keyakinan, syari’ah/islam/sistem hukum, dan akhlak/ihsan/sistem moral.

Pada dimensi lain penyebutan hukum syar’i selalu dihubungkan dengan legalitas formal suatu negara, baik yang sudah terdapat dalam kitab-kitab fiqh maupun yang belum. Jika demikian, hukum syar’i bukan lagi sebagai hukum Islam in absracto (pada tataran fatwa atau doktrin) melainkan sudah menjadi hukum Islam in concreto (pada tataran aplikasi dan pembumian).

Sebab secara formal sudah dinyatakan berlaku sebagai hukum positif, yaitu hukum yang mengikat dalam suatu negara. Misalnya di Indonesia Hukum Syara’ diterapkan dalam Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Zakat dan Wakaf, dan sebagainya.

Kata yang sangat dekat hubungannya dengan perkataan syari’at adalah syara’ dan syar’i yang diterjemahkan dengan agama. Oleh karena itu jika berbicara tentang hukum syara’ yang dimaksud adalah hukum agama yaitu hukum yang ditetapkan oleh Allah dan dijelaskan oleh rasulNya, yakni hukum syari’at, kendatipun kadang-kadang isinya hukum fiqih.

Dari perkataan syari’at kemudian lahir perkataan tasyri’, artinya pembuatan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari wahyu dan sunnah yang disebut tasyri’ samawi, dan peraturan yang bersumber dari pemikiran manusia yang disebut tasyri’ wadh’i.

Perbedaan Ulama dalam Menentukan Hukum Syar’i

Bila diperhatikan berbagai definisi yang dikemukakan oleh berbagai ulama tentang kriteria penetapan sesuatu sebagai hukum syar’i, maka dapat dikatakan:

1. Menurut ulama ushul fiqh, bahwa nash/teks dari pembuat syara’ (Allah dan RasulNya) itulah yang dikatakan hukum syar’i. Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 10, واقيموا الصلاة (Dirikanlah sholat). Jadi perkataa aqiimussholah itulah yang menjadu hukum syar’i.

2. Sedangkan menurut ulama Fiqh, bukan nash itu yang dimaksud dengan hukum syar’i, malainkan efek dari kandungan perkataan aqiimusshlolah itulah yang mengakibatkan terjadinya hukum syar’i.

Jadi ulama ushul fiqh mengatakan bahwa firman (perintah wajib sholat) itulah yang dikatakan hukum syar’i, berbeda dengan ahli fiqh yang mengatakan bahwa wajib sholatlah yang yang dikatakan hukum syar’i.

Hukum syar’i/syara’ yang di Indonesia lebih sering dipakai istilah hukum Islam adalah kata yang tidak dikenal dalam ajaran Islam sendiri, tetapi istilah yang dipakai adalah hukum syar’i, hukum syara’, hukum syari’at, hukum syari’ah, syari’at Islam, atau fiqh (Islam).

Kalau berbicara tentang hukum Islam di Indonesia, maka yang dimaksud adalah bagaimana hukum yang berlandaskan hukum syar’i itu diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi pada kaum muslimin.

Berbagai pendapat ulama dalam mendefinisikan hukum syar’i pada prinsipnya sependapat bahwa ia (hukum syar’i) adalah perintah Allah swt terhadap manusia dalam menjalankan kehidupannya, yang berisi aturan/pedoman dalam berhubungan dengan Allah swt, sesama manusia dan makhluk lainnya. Sumbernya berasal dari Alquran dan Alhadits serta ijtihad para ulama, dan biasanya hanya mencakup masalah fiqhiyyah/ibadah, bukan aqidah dan akhlak.

Istighfar memohon ampun kepada Allah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Istighfar artinya memohon ampun kepada Allah SWT.

Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa,"Sesungguhnya Iblis pernah berkata: 'Aku membinasakan manusia dengan dosa,dan mereka membinasakanku dengan La Ilaha Illallah dan istighfar'." Wallahu a'lam.

Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS.Nuh: 10-12).

Rasulullah bersabda, “Sungguh, Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya daripada kegembiraan salah seorang dari kalian yang menemukan ontanya yang hilang di padang pasir.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Rasullullah bersabda: Barang siapa memperbanyak Istighfar maka Allah akan membebaskannya dari kedukaan, dan memberinya jalan keluar bagi kesempitannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duga.
(Riwayat Abu Dawud).

Rasulullah bersabda: Demi Allah sesungguhnya saya beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepadanya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali. (H.R. Bukhari).
Rasulullah bersabda: Sungguh itu merupakan bujukan bagi hati saya, akan tetapi saya sungguh beristighfar kepada Allah dalam sehari, seratus kali. (H.R. Muslim).

Rosululloh SAW menganjurkan untuk membaca Istighfar setiap saat, Agar selalu dekat dengan Allah dan menyadari setiap kesalahannya dan kelemahannya.
Meski hanya satu 1x kali, Tapi dengan hati yang ikhlas, Insya Allah Istighfar kita di terima oleh Allah swt.

Rasulullah.swt menjelaskan Fadilah Istighfar, di antaranya :

1. Mendapatkan Pengampunan Allah swt.
2. Menenangkan diri ketika marah.
3. Mendapatkan jalan keluar dari kesusahan & kesempitan.
4. Mendapatkan rezeki yang tidak terduga.
5. Buku catatan amal di hari kiamat, kelak akan memberikan kesenangan.

Sebaik-baiknya do'a adalah istighfar. Mohon ampunan kepada Allah, bisa menghapuskan dosa-dosa. Mendapatkan pahala, dan dijauhkan dari percikan api neraka.
Berdoa Kepada Allah
Berdoa adalah memanjatkan permohonan dan harapan kepada Allah. Doa adalah intinya ibadah. Orang yang senantiasa berdoa adalah merupakan ciri seorang hamba Allah yang menyadari akan kelemahan dirinya. Banyak sekali manfaat dalam berdoa. Diantara manfaat dalam berdoa adalah. :
-Selalu diingat oleh Allah swt.
-Allah mencintai orang yang berdoa dan menjadikannya dekat dengan-Nya.
-Mendapatkan ridha, rahmat dan petunjuk Allah
-Mendapatkan ampunan di sisi Allah
-Mendapatkan pahala di sisi Allah
-Mendapatkan keluasan rezeki
-Mendatangkan kebaikan serta menolak kemudaratan dan musibah.
-Dimudahkan dalam kesulitan
Barang siapa menginginkan doanya dikabulkan Allah ketika ia dalam kesulitan, maka hendaklah ia memperbanyak doa tatkala senang.Barang siapa ingin agar doanya terkabul dan kesulitan-kesulitannya teratasi hendaklah dia menolong orang yang dalam kesempitan. Dan semoga kita selalu dalam rahmat Allah.

Bacaan Dzikir Dan Do'a

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Bacaan dzikir dan doa dengan berbagai manfaatnya

Berzikir adalah mengingat atau menyebut nama ALLAH, serta mengucapkan kalimat pujian kepada ALLAH secara berulang ulang. Tujuan berzikir adalah agar hati menjadi tenang dan dekat kepada ALLAH. Dan tetap kuat didalam keimanan. Berzikir dilakukan setiap saat sekalipun hanya sedikit, diutamakan sebanyak banyaknya dan terus menerus. 

Rasulullah saw mengemukakan beberapa fadilah berzikir antara lain :

1. ALLAH SWT berfirman :” Aku menurut dugaan hamba-Ku terhadap-Ku Aku bersamanya apabila ia mengingat-Ku. jika ia mengingat Aku pada dirinya,niscaya Aku mengingatnya pula pada diri-Ku. Jika ia mengingatku dalam satu kelompok, niscaya Aku mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik daripada kelompok mereka. jika ia mendekatkan diri satu jengkal, maka Aku mendekatinya satu hasta. jika ia mendekatkan diri satu hasta, maka Aku mendekatinya satu depa. Jika ia mendekati-Kudengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan berlari.”
2. Orang yang berzikir mendapatkan rahmat dan ampunan ALLAH.
3. ALLAH menyebut nama orang yang berzikir kepada para malaikatyang berada di sisinya.
4. Orang yang berzikir mendapatkan perlindungan ALLAH pada hari kiamat.
5. Berzikir kepada ALLAH lebih utama dari jihad dan memberikan harta banyak terus menerus.
6. Orang yang berzikir akan mendapatkan ketenangan dalam hidup.
7. Orang yang berzikir di ibaratkan orang yang hidup dengan rohaninya, dan orang yang tidak berzikir diumpamakan orang yang mati.

Bacaan dzikir untuk amalan sehari-hari, dibaca pada saat kapan saja, baik setelah shalat, atau di saat waktu senggang yang lain. Dari pagi hari, sampai malam hari dalam keadaan suci dari hadats kecil maupun besar.

Karena Allah berfirman :

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), sebutlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (seperti biasanya). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. "(QS. Annisa : 103).

Bacaan Dzikirnya:

Bacaan Lafal Jalalah (lafal dasar berdzikir pada Allah)
الله
Allah
Allah
Bacaan Istighfar (untuk mohon ampunan kepada Allah)
اَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ
Astaghfirullah hal adzhiim
Saya mohon ampun kepada Allah yang maha agung
Bacaan Tahmidz (untuk pujian & syukur kepada Allah)
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam

Bacaan Tasbih (untuk mensucikan Allah)
سُبْحَانَ اللهُ
Subhanallah
Maha suci Allah
Bacaan Takbir (untuk kebesaran Allah)
اللهُ اَكْبَرُ
Allahu akbar
Allah maha besar
Bacaan Tahlil (untuk meyakini Allah)
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
La ilaha illallah
Tidak ada tuhan selain Allah

Dari Berbagai Sumber

Bacaan Dzikir Dan Doa Setelah Shalat

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Dzikir setelah shalat adalah di antara dzikir yang mesti kita amalkan dengan tidak langsung bubar meninggalkan masjid, namun hendaknya kita merutinkan bacaan istighfar dan bacaan dzikir lainnya. Membaca Dzikir sesudah atau setelah sholat merupakan amal ibadah yang sangat disunnahkan dimana hal ini adalah merupakan salah satu kebiasaan Rasulullah s.a.w. Beliau juga melakukannya dengan suara keras menurut satu pendapat.

Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan pada Bab Dzikir setelah sholat dari Ibnu Abbas beliau berkata "sesungguhnya mengeraskan suara dengan dzikir ketika orang-orang usai melaksanakan sholat wajib merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman Rasulullah s.a.w.. Ibnu Abbas menambahkan, aku mengetahui bahwa mereka selesai sholat karena aku mendengarnya.

Dzikir akan menguatkan seorang muslim dalam ibadah, hati akan terasa tenang dan mudah mendapatkan pertolongan Allah. 

Bagi imam ketika usai sholat disunnahkan membalikkan muka ke arah makmum. Demikian disebutkan riwayat sahih Bukhari dari Samurah bin Jundub : "Rasulullah s.aw. ketika selesai sholat beliau membalikkan mukanya ke arah kami". Hadist serupa dari rawi-rawi lain juga diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab sahihnya, Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Abu dawud dll.

Secara umum, zikir setelah shalat fardhu adalah sebagai berikut :

- Setelah salam membaca istigfar (Asytaghfirullah)  sebanyak tiga kali kemudian mengucapkan,
اللَّهُمَ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikraam.
Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan dari-Mu kesejahteraan. Mahaberkah Engkau, wahai Rabb pemilik keagungan dan kemuliaan.” (Sahih; H.R. Muslim, no. 591)
Patut diperhatikan bahwa lafal zikir di atas tidak boleh ditambah dengan kata-kata:
وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَأَدْخِلْنَا دَارَ السَّلاّمِ
Hal itu dikarenakan lafal tersebut tidak berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihat Misykatul Mashabih, 1:303; Hasyiyah Ath-Thahawi ‘alal Maraqiy, 2:311.

- Kemudian mengucapkan,
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadiir. Allahumma laa maani’a lima a’thaita wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfau dzal jaddi minkal jaddu.
Tidak ada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mampu mencegah sesuatu yang telah Engkau berikan dan tidak ada yang mampu memberi sesuatu yang Engkau cegah. Tidak bermanfaat kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya untuk (menebus) siksaan-Mu.” (Sahih; H.R. Bukhari, no. 6862; Muslim, no. 593; An-Nasa’i, no. 1341)

- Setelah itu, Anda bisa mengucapkan tasbih (سبحان الله), tahmid (الحمد لله), dan takbir (الله أكبر) sebanyak 33 kali, kemudian menyempurnakannya sehingga genap menjadi seratus dengan mengucapkan,
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadiir
Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah; Rasulullah bersabda,
مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Barang siapa yang bertasbih, bertahmid, dan bertakbir sebanyak 33 kali setelah melaksanakan shalat fardhu sehingga berjumlah 99 kemudian menggenapkannya untuk yang keseratus dengan ucapanلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ” , maka kesalahannya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (Sahih; H.R. Muslim, no. 597)

- Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk membaca lafal tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing sebanyak 33 kali, Anda bisa juga mengucapkan tasbih, takbir, dan tahmid sebanyak 10 kali. Hal ini berdasarkan hadis Abdullah bin Amru radhiallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَلَّتَانِ لَا يُحْصِيهِمَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ أَلَا وَهُمَا يَسِيرٌ وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ يُسَبِّحُ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَيَحْمَدُهُ عَشْرًا وَيُكَبِّرُهُ عَشْرًا
Ada dua perkara, setiap muslim yang konsisten melakukannya akan masuk ke dalam surga. Keduanya sangatlah mudah, namun sangat jarang yang mampu konsisten mengamalkannya. (Perkara yang pertama) adalah bertasbih, bertahmid, dan bertakbir masing-masing sebanyak sepuluh kali sesudah menunaikan shalat fardhu.” (Sahih; H.R. Tirmidzi, no. 3410; Shahihut Tirmidzi, no. 2714)

- Kemudian membaca Ayat Kursi serta surat Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِي دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُوْلِ الْجَنَّةِ إِلاَّ أَنْ يَمُوْتَ
“Barang siapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai menunaikan shalat fardhu (wajib), maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian.” (Sahih; H.R. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir, no. 7532, Al-Jami’ush Shaghir wa Ziyadatuhu, no. 11410)

Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu berkata,

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar membaca surat Al-Mu’awwidzat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas) setiap selesai menunaikan shalat.” (Sahih; H.R. Abu Daud, no. 1523; Shahih Sunan Abi Daud, no. 1348)

Terdapat beberapa macam urutan dan atau tatacara dzikir dan do'a setelah / sesudah shalat yang berlainan dalam kehidupan masyarakat disekitara kita , namun demikian pada hakekatnya adalah sama yakni memuji , memohon ampunan atas segala dosa , hidayah , keselamatan dan keamanan kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Wallahu A'lam

Mendekatkan Diri Kepada Nya

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Mendekatlah kepada Allah Ta'ala dan Bertaubat kepada-Nya ahmat Allah Ta'ala sangatlah luas..

وَ عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:

 مَنْ تَقَرَّبَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ شِبْرًا تَقَرَّبَ إِلَيْهِ ذِرَاعًا , وَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَى اللَّهِ ذِرَاعًا تَقَرَّبَ إِلَيْهِ بَاعًا, وَمَنْ أَقْبَلَ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَاشِيًا أَقْبَلَ اللَّهُ إِلَيْهِ مُهَرْوِلًا , وَاللَّهُ أَعْلَى وَأَجَلُّ وَاللَّهُ أَعْلَى وَأَجَلُّ  .

Dari Abu Dzar Al-Ghifari Radhiallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa mendekat kepada Allah sejengkal, Allah mendekat kepadanya sehasta. Barangsiapa mendekat kepada Allah sehasta, Dia mendekat kepadanya sedepa. Barangsiapa menghadap Allah sambil berjalan, Allah menghadap kepadanya sambil berlari kecil. Dan Allah lebih tinggi dan lebih mulia, Allah lebih tinggi dan lebih mulia.”(Diriwayatkan Ahmad)

Mengenal Sang Pencipta adalah sesuatu yang teramat sangat penting bagi setiap manusia yang beragama, akan tetapi juga merupakan sesuatu hal yang sering juga tidak mau dipahami oleh sebagian manusia beragama karena takut akan sesuatu. sering sekali saya berpikir bahwa beribadah saja cukup untuk menunjukkan pengenalan terhadap pencipta. Bahkan sering sekali saya berpendapat bahwa menyibukkan diri dengan aktivitas keagamaan sudah cukup untuk menunjukkan ketaatan kepada Sang Pencipta.

Mengenal Sang Pencipta adalah merupakan langkah awal sebelum kita memahami rahasia - rahasia-Nya. akan tetapi sering sekali seseorang ragu dan bahkan takut untuk melakukannya.
Mempertanyakan keberadaan-Nya dan menanyakan segala sesuatu tentang Dia menjadi sangatlah tabu bagi setiap orang meskipun tidak semuanya dan sering dianggap menjadi suatu tindakan yang dapat menjadikan seseorang pada sikap tidak percaya sama Tuhan. Bahkan ada yang bilang “jangan terlalu belajar tentang Tuhan nanti jadi sesat”.

Mengenal Sang Pencipta akan menyingkapkan rahasia Ilahi. Mengenal Sang Pencipta membuat kita bisa menghargai perbedaan. Mengenal Sang Pencipta membuat kita semakin sadar tentang keberadaan kita. Mengenal Sang Pencipta semakin yakin tentang keberadaanNya.

Kenalilah Sang Pencipta dengan kerendahan hati dan hati yang tulus maka Dia akan berkenan ditemui, mendekatlah kepada Nya maka Dia akan mendekat sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam :


Wallahu A'lam

Kami Mudahkan Al Quran Untuk Pelajaran

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai" Al A'raaf : 179
Sebodoh - bodohnya keledai dia tidak mau terperosok kedalam lobang yang sama untuk kedua kalinya. Binatang yang paling bodoh seperti keledai saja bisa bersikap seperti itu, kalau ada seorang manusia apalagi dia seorang Pemimpin, membiarkan bangsanya terperosok kedalam lobang penderitaan yang sama berkali-kali, itu sama artinya pemimpin tersebut lebih bodoh daripada Keledai.

sebetulnya hal tersebut tidak kita inginkan, kita ingin Pemimpin negeri ini bisa mengangkat Bangsa ini keluar dari lobang keterpurukan, makanya sebagai rakyat kita berdaya upaya mengingatkan dengan terus mengkritisi segala kesalahan yang dilakukan, dan membantu memberikan solusi, itulah bentuk kecintaan rakyat pada pemimpinnya. Tapi pemimpin memang tidaklah berdiri sendiri, Banyak pemimpin bisa terjatuh hanya karena menuruti keinginan para penjilatnya, tanpa ia sadari orang-orang disekitarnya lebih banyak memikirkan kepentingannya sendiri dan rela menjerumuskan pemimpinnya.

Menutupi kebohongan dengan menciptakan kebohongan baru, bukanlah sebuah tindakan yang bijak dan terpuji. Tindakan seperti ini hanyalah tindakan seperti halnya menggali kubur sendiri. Pemimpin yang sering melakukan kebohongan hanya akan melahirkan Generasi pembohong sebagai pewarisnya. Dan hal ini akan terus berlanjut, sehingga menciptakan suatu kelompok generasi yang lebih bodoh dari Keledai.

Bangsa yang besar bukanlah diukur banyaknya jumlah penduduknya, atau luas negaranya. Tapi diukur dari seberapa hebat dia menghargai jasa-jasa pahlawannya. Begitu juga Pemimpin yang besar, bukanlah diukur dari besar bobot badannya. Tapi seberapa besar pemikirannya untuk Negara, dan pemikiran besar apa saja yang sudah dilakukannya.

Ketika mendengar kata ”keledai”, yang tergambar dalam benak kita adalah seekor binatang yang lamban, lemah, bahkan sering diidentikkan dengan binatang yang paling bodoh. Sepintas memang gambaran seperti itu tidak sepenuhnya salah. Jika diukur dari segi kecepatan, Keledai memang tak bisa disamakan dengan kuda , meski keduanya satu genus.

Ungkapan mengenai keledai, sebagaimana diungkapkan diatas bahwa keledai memang tak seagresif kuda. Jalannya lambat dan karena saking lambatnya bahkan kadang kita menganggap bahwa keledai adalah binatang yang tampak malas dan tak punya inisiatif. Ada peribahasa ”Seperti keledai.”Artinya: bodoh atau keras kepala. Ada lagi peribahasa ”Keledai hendak dijadikan kuda.” Artinya: orang bodoh hendak dipandang sebagai orang pandai. Dalam kedua peribahasa itu, keledai dipandang sebagai binatang bodoh. Tak heran, banyak orang tersinggung kala dijuluki dengan kata ”keledai”.

Dari penjelasan di atas, perihal pandangan-pandangan negatif terkait dengan binatang yang satu ini. apakah semua yang ada pada diri keledai adalah bernilai negatif...? Ternyata jawabannya adalah tidak semua hal tentang keledai itu adalah negatif. Janganlah pula kita lupa, masih ada peribahasa lainnya tentang keledai dan itu adalah sebuah pribahasa yang menggambarkan tentang sisi positif tentang keledai: ”Keledai tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.” Peribahasa itu berarti sebodoh-bodohnya keledai, binatang itu toh belajar dari pengalaman.

Kegagalan atau kemalangan yang diterima oleh keledai mampu ia jadikan sebagai pelajaran hidup agar tidak terulang lagi dilain kesempatan di masa yang akan datang. Keledai belajar dari sejarah. Anehnya, manusia (’manusia yang berpikir’) yang katanya memiliki otak untuk berpikir justru terkadang masih suka mengulangi kesalahan yang sama. Belajar dari sebuah kesalah untuk akhirnya tidak lagi mengulangi kesalahan tersebut adalah salah satu hal tersulit yang harus dihadapi dalam hidup.

Namun, nyatanya seekor binatang yang sudah diidentikkan sebagai binatang bodoh mampu mengungguli kita (manusia) dalam hal yang satu ini. Agaknya kita malu dan menjadi terpacu, keledai saja bisa mengapa kita yang diberikan kemampuan untuk berpikir tidak dapat melakukan hal yang sama atau mungkin lebih baik lagi dari apa yang dilakukan oleh keledai. Masihkah kita menyebut binatang yang satu ini dengan sebuatan binatang bodoh? Layaknya kita berkaca dulu pada diri sendiri.

Tak hanya itu, keledai ternyata masih memiliki kelebihan lainnya yang dapat kita petik hikmah darinya. Tidak ada yang memungkiri bahwa keledai merupakan binatang pekerja berat. Dia bukan pemalas, tetapi hanya tampak malas. Walaupun keledai adalah binatang yang lambat, tetapi ia adalah jenis binatang yang mampu menerima dan menahan beban apapun selama keempat kakinya masih mampu menahan beban yang dipikulnya. Dan semua tugas hampir selalu ia tuntaskan dengan baik. Sifat ini sangat berbeda dengan sifat saudara sejenisnya, kuda. Kuda ternyata sangat memilih-milih dalam bekerja. Ketika kuda tidak suka dengan suatu pekerjaan, maka kuda mungkin saja akan (terlihat) memberontak dan menolaknya.

Keledai jelas mempunyai ketahanan kerja tinggi. Andaikan kita mampu bersikap seperti keledai saat kita menghadapi segala tantangan serta beban hidup kita. Maka, tentu tidak akan ada orang-orang yang tidak memiliki masa depan. Hal itu karena setiap orang akan memiliki sikap kerja keras dan tidak mudah menyerah. Bayangkan, kekuatan seekor keledai dalam sehari ternyata setara dengan perjalanan sejauh 30 kilometer. Meski lambat, keledai konsisten memenuhi panggilannya. Dia tidak pernah mutung. Nah, laiknya hal-hal positif keledai ini mampu menjadi bahan renungan untuk kemudian mampu kita adaptasi dan diimplementasikan dalam kehidupan kita sebagai homo sapiens.

Sehingga jangan pernah kita menyerah atau merasa kalah atas apa yang sekarang ada pada diri kita, buktikan bahwa kita juga memiliki banyak segi positif pada diri kita. Manusia terkadang merasa rendah diri ketika menyadari kekurangan yang ada pada dirinya. Sehingga hal itu membuatnya menjadi sulit berkembang, ada baiknya kita tidak lagi meratapi hal-hal semacam itu. Ingatlah bahwa setiap orang pastinya memiliki potensi. Adalah orang-orang yang sukses apabila mereka berhasil menemukan potensi yang ada dalam dirinya, walaupun itu terjadi disaat yang sudah sangat terlambat atau diwaktu tidak tepat. Tidak ada satupun hal negatif yang tidak diiringi dengan sesuatu yang positif disekitanya. Percayalah pada kemampuan kita sendiri, potensi hanya bisa dimunculkan dengan kerja keras. Tanpa kerja keras dan percaya pada diri sendiri, maka yang muncul hanyalah keputusasaan. Bersemangatlah untuk menemukan potensi diri. Ingatlah, bahkan keledai saja memiliki banyak potensi.

"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" Al Qamar : 15 - 17 - 22 - 32 - 40 - 51


Wallahu A'lam
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Sholat Do'a dan Dzikir - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger